07 November 2010

Play With Your batik

Sejak UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia asal Indonesia, kain celup malam wajib ada di lemari saya. Biasanya saya pilih yang warna cerah tuk mengusir kesan formal dan 'tua'. Tapi ga jarang saya padu-padankan batik klasik yang kental nuansa coklat tua dengan busana lain sehingga tampak modern.

Salah satunya rok batik yang saya beli di pasar Beringharjo, Jogjakarta seharga Rp 20 ribu. Panjangnya 3/4 bikin ga trendy, plus karet di pinggang bikin gembung bak lemak saat dipakai :) Lalu simsalabim, dengan bantuan pakaian yang ada di lemari seperti kaos, kemeja, cardigan, tank top, ban pinggang dan kalung etnik, jadilah empat gaya berbeda. PS: Sengaja pakai gaya tolak pinggang tuk memberi efek kurus. Duh saya harus diet :P

Posted via email from vennie's posterous

20 October 2010

Badut Berusaha Tak Lucu

Ini ironi, sekelompok badut sirkus tak mau lagi melucu dan memilih drama Hamlet sebagai karya anyar mereka.

Padahal Hamlet karya Shakespeare adalah kisah tragis, penuh darah dan air mata. Ayah Hamlet, Raja Denmark tewas, bukannya berduka, Ratu Getrude malah menikahi Paman Hamlet, claudius yang otomatis naik tahta. Hamlet dirasuki arwah ayahnya menuntut balas dendam. Di tangan, sutradara asal India, Rajat Kapoor, enam badut dengan kostum warna-warni, wajah penuh pupur putih dan hidung bulat merah memainkan lakon serius dengan intepretasi yang kadang nyeleneh. "You will laugh until you cry," janji Popo, pemimpin sirkus yang menjadi benang merah cerita. Kisah bergulir saat Soso, badut bertubuh pendek ngotot ingin jadi pemeran utama, kawan-kawannya, Fido, Bouzo, Nemo, Fifi, Coco and Popo kontan menolak. Selain karena Soso datang terlambat, ia juga menjungkirbalikan gambaran Hamlet yang gagah perkasa. "Tentu saja saya telat, tidak ada penerbangan langsung dari Mumbai ke Jakarta. Begitu tiba macet-macet-macet, sampai di sini no parking-no parking," bela Soso menyindir kondisi kota Jakarta dan parkiran Salihara yang sempit. Soso pun merayu penonton agar memilihnya, dan berhasil dia didapuk jadi Hamlet. Fido, badut tinggi tegap yang memerankan Claudius, kerap menggoda Soso yang tak layak jadi Hamlet. "Bagaimana mungkin saya punya anak sejelek itu." Ketika Soso ngamuk, ia pun berseloroh. "Oke Hamlet, why so serious," meniru ucapan Joker dalam The Dark Knight. Meski terkesan nyeleneh, alur cerita Hamlet : The Clown Prince masih mengikuti pakem asli ala Shakespear. Tentunya dengan pengembangan di sana-sini. Getrude sang Ratu digambarkan penuh nafsu hingga tak sungkan melemparkan pita karet merah yang terselip di paha kepada penonton di baris depan. Lalu memberi kode genit agar menemuinya di belakang panggung. Claudius diperankan Fido, badut narsis yang mengumpamakan kisah Hamlet seperti kisah The Lion King, hingga bisa mendadak menyanyikan lagu "The Circle of Life" atau tiba-tiba melakukan gerakan moonwalk milik Michael Jackson untuk mendapatkan atensi penonton.

Satu-satunya adegan 'serius' ditampilkan saat Ophelia mati tenggelam. Suasana sunyi senyap dengan satu lampu menyorot panggung, dimana Fifi, badut centil bersuara cempreng diam terdiam menegadah ke atas, dan perlahan terkulai tergeletak di lantai.

Enam badut berusaha tidak melucu namun justru memancing penonton untuk terus tertawa. Hasilnya, Hamlet : The Clown Prince menjadi saduran yang menyegarkan. Mengubah Hamlet karya Shakespeare yang umumnya berdurasi panjang dan mendatangkan kantuk menjadi kisah cerita yang penuh tawa.

Posted via email from vennie's posterous

06 October 2010

Waspada Harga Siluman di Indonesia Book Fair

Sebagai konsumen cerdas, teliti sebelum membeli wajib hukumnya. Apalagi di Indonesia Book Fair yang berlangsung hingga 10 Oktober nanti, hampir seluruh lapak mengumbar obral besar. Tapi awas, banyak jebakan batman dan harga siluman di sini. Misalnya penawaran dari penerbit Gramedia (termasuk di dalamnya Grasindo, Kompas Gramedia, Elex). Diskon 20 persen plus 10 persen jika membayar dengan kartu flash BCA tidak otomatis berarti diskon 30 persen. Pemotongan harga dilakukan bertahap, harga dipotong 20 persen, hasilnya baru dikorting 10 persen hingga total diskon dari harga awal berkisar 27 persen. Diskon tambahan 10 persen dengan kartu Flash memang jadi ajang promosi, tapi lagi-lagi, tidak semua stan menerima kartu flash sehingga diskon tambahan hanya bisa dilakukan di stan penerbit Gramedia. Itupun hanya untuk pembelian harga normal, buku yang sudah dijual murah tidak bisa didiskon lagi. Namun bila anda mengincar buku terbitan terbaru dari Gramedia, ini kesempatan mendapatkan harga lebih murah. Pameran buku Gramedia biasanya hanya memberi potongan 20 persen, pembukaan cabang baru pun hanya diskon 25 persen, jadi tambahan 7-8 persen dari kartu flash masih bisa diperhitungkan.

Mendapatkan kartu flash juga mudah, tinggal datang ke pintu utama Istora Senayan, menemui jeng-jeng SPG yang siap melayani. Biayanya 25 ribu untuk kartu ditambah pengisian saldo minimum 100ribu, kartu langsung bisa digunakan dan dapat bonus boneka beruang tempat menaruh telepon genggam.

Kembali ke harga siluman, saat mampir di stan Kompas Gramedia kemarin, saya sempat terjebak. Awalnya sudah saya tanya apa harga yang tertera sudah didiskon, jawabnya belum. Jadilah saya memborong buku terbaru, menghabiskan saldo kartu flash demi tambahan diskon. Begitu kartu tergesek, saldo berkurang drastis, saya bingung perhitungan meleset. Ternyata terdapat dua harga berbeda yang tertempel di buku, satunya menggunakan font lebih besar dari yang lain. Dan harga dengan ukuran kecillah yang digunakan kasir untuk menghitung, sementara saya tentu saja mengacu pada harga yang tercetak dengan font lebih besar dan menganggapnya belum dipotong diskon. "Yang lebih kecil harga asli buku mba, yang besar itu harga diskon 20 persen," jelas petugas kasir. Protes saya terhadap harga siluman pun sia-sia karena saldo terlanjur terpotong dan saya pulang membawa buku-buku mahal yang tak sepatutnya saya beli sekarang.

Kasus yang sama juga saya temukan di gerai Buku murah Majalah terbitan Gramedia. Saat ditanya lagi-lagi petugas menjelaskan bahwa harga yang tertera belum termasuk diskon 50 persen. Namun saat dibawa ke kasir, terkuak lagi strategi harga siluman. Stiker harga yang melekat pada buku tidak berlaku dan penghitungan mengacu pada harga resmi yang tercetak di sampul buku baru diberi diskon. Ini peringatan agar tidak terjebak, jangan ragu bertanya sebelum membeli karena akan ada beberapa harga berbeda yang tertempel di buku, pastikan mana yang akan digunakan agar tidak terjebak.

Konsumen cerdas, bertanya sebelum membeli.

Posted via email from vennie's posterous

05 October 2010

5 Stan Wajib Kunjung di Indonesia Book Fair 2010

Pameran buku Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) masih berlangsung di Istora Senayan hingga 10 Oktober mendatang. Hasil pandangan mata hampir semua stand mengobral buku cetakan lawas yang bisa bikin gelap mata. Tapi siap-
siap tersesat, tidak ada petunjuk arah yang jelas di sini. Jika mengincar buku, ada baiknya kalian mencatat lokasi terdekat agar bisa kembali lagi, atau bisa ikuti petunjuk saya. Berikut 5 stand pengoda para kutu buku:

1. Hungry Bookworm - Bargain Books

Lokasi : Depan pintu masuk utama, dekat stand Penerbit Kompas Gramedia - Grasindo

Pembayaran : Tunai

Lapak milik distributor buku asal California, Amerika Serikat benar-benar bikin gelap mata. Bagaimana tidak buku hard cover edisi besar karangan Danielle Steel, John Grisham, Dan Brown hanya dibandrol 50 ribu rupiah. Bahkan saat hari pertama mereka melego buku-buku baru yang didatangkan langsung dari Amerika itu seharga 30 ribu rupiah.

Menurut Raza Wazir, sang manager yang ditemui di lokasi, Indonesia tetap menjadi pasar potensial untuk buku bahasa inggris hingga Ia tidak segan jual harga miring. "Kami mau meningkatkan minat baca buku bahasa inggris, makanya kami jual murah." ujar manager berbahasa inggris ini. Tiga tahun mencoba masuk pasar Indonesia, buku-buku yang ditawarkan berjenis buku populer harga terjangkau yakni 20 ribu untuk buku anak-anak, 30 ribu untuk novel soft cover edisi kecil, dan 52 ribu novel soft cover edisi regular. Beberapa buku design juga tersedia seharga 100 ribu. Hasil bocoran Raza, hari ini dia akan memboyong lebih banyak buku dari gudangnya, yang siap diborong para pencinta buku hingga sabtu minggu besok. Jadi siapkan uang tunai secukupnya karena tidak tersedia ATM di Istora Senayan. Bagi pemilik toko buku, Hungry Bookworm juga mengajak kerjasama untuk pendistribusian buku secara berkala. Wajib Beli : Love, Star Girl - Jerry Spinelli 52 ribu
Da Vinci Code - Dan Brown (Hard Cover) 50 ribu

2. Aksara

Lokasi : Dekat Cempaka 1

Pembayaran : Kartu kredit semua jenis kecuali BCA, tapi menerima kartu debit BCA.

Ini stand wajib bagi para designer. Deretan buku tebal berukuran raksasa dilego seharga 200rb, dari buku grafis, arsitektur hingga fotografi. Khusus di IBF Toko buku yang berawal di Kemang ini menyediakan buku dengan lima tingkatan harga 20rb, 50rb, 75rb, 100rb dan 200rb.

Harga 20 ribu umumnya buku anak-anak. Di deretan 50 ribu tersedia Audacity of Hope karangan Barack Obama, Stern Men-Elizabeth Gilbert (pengarang Eat, Pray, Love) dan Lucky-Alice Seabold (penulis The Lovely Bones).

Buat pecinta serial Twilight ini kesempatan melengkapi koleksi kalian. Buku Twilight Saga soft cover versi besar, Director's Notebook dan Illustrated Movie Companion tersedia seharga 75 ribu. Harga ini lebih murah ketimbang harga yang ditawarkan di stan lain. (Silakan cek toko sebelah)

Wajib Beli : Lonely Planet Afrika 100ribu
1000 Architects A-Z 200ribu

3. Buku Murah Penerbit Gramedia Lokasi : Cempaka 6

Pembayaran : Tunai

Baru kali ini penerbit raksasa Gramedia memberikan diskon hingga 75 persen. Dari tahun ke tahun potongan biasanya maksimal 20 persen. Kali ini potongan besar diberikan di gerai bertanda Buku Murah. Terbagi di dua lokasi, di dalam Cempaka 6 untuk buku jenis fiksi dan non fiksi dan di dekat Cempaka 1 khusus majalah.

Yang ditawarkan umumnya buku-buku terbitan lama yang masuk kategori chiclit, teenlit yang sudah berkali-kali diobral murah di beberapa toko buku. Jadi teliti sebelum membeli dengan potongan harga 50 persen, harga di sini justru lebih mahal ketimbang obralan toko buku yang mematok harga 10 hingga 15ribu. Tapi tetap saja, ini kesempatan untuk melengkapi koleksi perpustakaan rumah.

Sementara di gerai penerbit majalah Gramedia bisa ditemui buku panduan kuliner dan wisata yang mulai menjamur dengan separuh harga. Awas, lagi-lagi tempelan harga pada buku tidak berlaku, yang dihitung adalah harga resmi yang tercetak pada buku dipotong 50 persen. Wajib beli : Serial Kuliner Jalansutra Rp 29.500 diskon 50 persen

4. Elex Comic Center Kelapa Gading

Lokasi : dekat Kenanga 5

Pembayaran : Tunai

Dari pilihan stan yang menjual komik anime jepang, gerai ini menjual dengan harga yang paling masuk akal. Harga komik satuan dijual Rp 4000 sedangkan untuk paket serial dijual dengan diskon 25 persen. Tempatnya berantakan, yang berminat siap-siap turun tangan mengubek tumpukan komik di lapak yang sempit ini. Untuk harga paket kisarannya 20 ribu hingga 100 ribu, harga tertera belum dipotong diskon. Kondisi buku juga masih terlihat cantik dibanding lapak tetangga yang menjual harga selangit dengan kondisi mengenaskan. Selain komik, juga tersedia beberapa judul teenlit seharga 10 ribu, sepertinya ini buku sisa tempat persewaan buku yang guling tikar. 5. Penerbit Pustaka Sinar Harapan

Lokasi : Cempaka 6

Pembayaran : Tunai

Sinar Harapan adalah penerbit lawas pememegang lisensi komik eropa Asterix dengan terjemahannya yang legendaris. Dulu bersama penerbit Indira yang sudah gulung tikar, komik eropa seperti Tintin, Smurf, Lucky Luke dibuat seukuran kertas HVS. Digerai ini masih bisa dibeli cetakan terbaru komik Asterix seharga 25ribu. Selain itu juga ada komik Bessy, kisah dua aktivis WWF (World Wildlife Fund), Andy dan Aneka bersama anjing jenis Lassie bernama Bessy yang berjuang menyelamatkan lingkungan. Edisi 1 hingga 7 diobral seharga 3000 dalam kondisi sangat baik karena langsung dari penerbit. Meski sudah 20 tahun berlalu, kisah Bessy justru sangat relevan dibaca seiring gencarnya kampanye pemanasan global. Sekalian memperkenalkan kembali keberadaan komik eropa.

Wajib beli : Komik Asterix 25 ribu Komik Bessy Rp 3000

Lengkap sudah panduan 5 tempat favorit saya, sekarang siapkan catatan, tarik tunai di bank dan bawa tas jinjing tuk angkut belanjaan buku. Selamat berburu buku.

Posted via email from vennie's posterous

02 October 2010

Bermain ke Salihara

"Eh ke Salihara yuk, lagi ada Festival Seni di sana," ajak saya kepada rekan-rekan seprofesi yang biasa mangkal di Jakarta Timur. Jawaban mereka beragam, sebagian besar mengira, saya dan teman-teman kantor memang getol nongkrong di tempat yang menempatkan Gunawan Mohamad, pendiri Majalah Tempo, sebagai salah satu pendiri Komunitas Salihara. Tapi jujur, ini kali pertama saya menginjakan kaki ke kompleks seni dan budaya itu.
Alasannya semata-mata karena lokasi. Sulit bagi saya, yang tinggal Jakarta Barat mencapai wilayah Pasar Minggu. It's too jungle for me. Keberanian muncul saat Festival Salihara menjelang dan saya kebagian tiket gratis dari twitter @salihara. Kepalang basah dapat tiket, mau ga mau, hujan badai pun saya hadapi.

Sesampainya di sana, ternyata Salihara adalah nama jalan di Pasar Minggu, bukan nama gubahan bahasa sansekerta seperti yang saya kira sebelumnya (terbongkarlah betapa kupernya saya). Beruntung benar kompleks seni ini terletak di nama jalan yang indah karena tak jauh dari situ, ada jalan Bacang, jalan Bambu Kuning dan juga jalan Ragunan. Coba bayangkan dinamakan Komunitas Ragunan rasanya kurang pas. Pemakaian nama jalan sebagai merek dagang, juga sebelumnya digunakan di Utan Kayu, asal muasal komunitas ini berkembang.
Menempati luas lahan 3000 meter persegi (seluas tanah rumah saya sekarang *cihh sombong*) Komunitas Salihara tidak berada di pinggir jalan besar. Lokasinya agak nyempil di dekat kompleks Kejaksaan Agung dan Universitas Nasional. Posisi terjepit ini membuat tempat parkir amat sangat terbatas, penonton diwajibkan datang 2 jam sebelum pertunjukan karena mencari lahan parkir jadi pertempuran tersendiri. Langkah pertama, pengunjung disapa Kedai Salihara. Warung makan minum, lengkap dengan fasilitas free wifi jadi ruang tunggu yang menyenangkan. Tersedia snack ringan seperti kripik bayam (10ribu) hingga makanan berat rawon daging (20ribu) yang jadi sajian terlaris di tempat ini. Dan benar saja, Rawon Daging patut dipoejikan. Kuah hitam pekat sedikit kental dengan rasa kluwek yang nonjok. Potongan daging dadu tanpa lemak empuk, mulus tanpa perlawanan. Warnanya pun sedikit menghitam, tanda dimasak dalam rebusan kuah hingga rasa rawon terasa saat daging tergigit.

Satu paket termasuk nasi putih, kerupuk udang, kecambah tauge dan separuh telur asin untuk diceburkan dalam kuah. Rawon terlezat yang pernah saya nikmati, bikin ketagihan. Tapi Pempek Kapal Selam (15ribu) yang saya pesan justru rasanya memble, yang terkecap di lidah justru lebih banyak tepung terigu. Puas makan, kini saatnya nikmati seni.

Dalam rangka Festival Salihara yang berlangsung hingga 20 Oktober mendatang, instalasi seni memang terlihat di seluruh sudut kompleks. Tembok penuh goresan kuas warna warni bahkan kamar mandi diubah jadi galeri seni. Di depan pintu masuk ruang teater, ditempatkan gajah raksasa karya pematung Joko Dwi Avianto yang ini luar biasa besar. Tingginya sekitar 2 meter, melebihi gajah hidup yang biasa saya lihat di kebun binatang. Semuanya terbuat dari bilah bambu yang dilengkungkan, meliuk-liuk mengikuti bentuk tubuh gajah lengkap dengan belalai dan taring. Saking besarnya, saya bisa berdiri tepat di bawah badan gajah dan menatap pesona 'rajutan' bambu yang saling tumpang tindih. Tidak hanya seni statis, tiap malam digelar satu pertunjukan seni bisa musik, tari atau teater dengan harga tiket 50-100 ribu. Namun gedung pertunjukan seni yang tersedia bukanlah skala besar. Ruang teater misalnya, dirancang berbentuk blackbox hanya mampu menampung 300 penonton. Ruangan kosong ala studio dimaksudkan agar seniman leluasa merancang pertunjukannya, sebaliknya bangku penonton dibongkar pasang hingga kadang agak ngeri menaiki tangga pada bangku yang disusun berundak-undak tinggi. Lokasi lain, ruang galeri dibentuk melingkar berbentuk tabung. Areal favorit saya justru berada di tingkat teratas, berupa loteng tanpa atap atas atap, yang sayangnya tidak didukung pemandangan. Sejauh mata memandang hanyalah atap rumah berdempet yang gelap gulita kala malam. Salihara di ujung timur jadi harta penikmat seni, meski butuh perjuangan, rawon daging dan pertunjukan seni tak ada duanya jadi daya tarik tuk terus kembali. Jadi jangan lupa follow twitter @salihara, ada dua tiket gratis dibagikan tiap harinya hingga Festival Salihara berakhir.

Posted via email from vennie's posterous

01 October 2010

Teater Kubur : Mana Rumahmu?

"Pintu bukanlah pintu kalau ia terus - terus dibuka, pintu bukanlah pintu kalau terus - terus ditutup"

Rambut tergerai, baju lusuh dan sapu di tangan, Nenek berang, keluarga dua anaknya, Salmon dan Salmin yang seenaknya memasukkan mahluk asing dalam rumah. "Pergi - pergi kau kutu busuk!!!" pekik Nenek menyapu mahluk - mahluk itu pergi.

Tapi bukannya sengaja mengundang mereka masuk. Salmon terus diejek istri karena nganggur setelah hutannya direbut kekuasan. Anaknya Jon si tambun dengan jaket kulit juga berubah jadi kebarat - barat dan menggodanya terus menerus. Lain lagi Salmin yang terjepit saat istri mulai bosan makan dodol dan teriak minta gula - gula. Di tengah ketidakberdayaan, jalur ekstrim radikal pun jadi jawaban, demi terpenuhinya gula - gula di rumah. Tinggal kepedihan Nenek, tertinggal di rumah yang semakin bolong, tanpa pintu dan jendela. Keberadaan rumah menjadi titik sentral pertunjukan teater Kubur bertajuk On Off atau Rumah Bolong yang digelar dalam rangka Festival Salihara, Jakarta, 25 - 26 September 2010. Bertempat di galeri Salihara yang berbentuk lingkar, panggung dibuat menyerupai arena judo dan bangku penonton mengelingi separuhnya. Namun sesungguhnya kisah yang diangkat Teater Kubur tentang gencaran globalisasi yang akhirnya memporakporandakan kehidupan bukanlah hal baru. Yang menonjol justru bagaimana selama 1,5 jam ritme pertunjukan dibuat atraktif dengan alat - alat sederhana.

Bilah bambu berubah jadi hutan belantara yang dipijak, dipanjat lalu beralih jadi panggung bagi Salmon yang kecewa akan kekuasaan. Di atas tandu pula Salmon dipapah, bergelantungan jungkir balik, tenggelam tidak berdaya.

Mengusung konsep teater rakyat, Teater Kubur, awalnya hanya menampung anak - anak putus sekolah dan pengangguran di pemakaman gang Kober, Jatinegara, Jakarta Timur. Dan di usianya ke 27, keberadaan mereka semakin matang usai memborong penghargaan di Festival Teater Jakarta tiga tahun berturut - turut. Tak heran, tiket pertunjukan mereka di hari pertama ludes terjual.

Penata musik di pertunjukan ini juga patut diacungi jempol. Suara lirih dan tabuhan alat musik meneriakan pesan ketidakberdayaan penghuni mempertahankan rumahnya.

Penataan panggung yang minim, bukan berarti tidak dinamis dan membosankan. Teater Kubur membuktikan itu.

Posted via email from vennie's posterous

22 April 2010

Bonek paman Ho : first day

Bonek paman Ho : first day

Niat nekat berpetualang ke negeri seberang memang sering terlontar. Entah berapa kali ide itu disampaikan ke orang -orang tapi banyakan hanya omdo, ngemeng doank realisasinya nol besar. Perjalanan ke negeri Paman Ho pembuktian bahwa ini hanya soal waktu :)

Sudah sedari dulu saya ingin ke Vietnam, berbekal reality show di MTV jaman SMP dulu yang mengisahkan sekelompok remaja berkeliling dengan kapal pesiar. Episode tiba di Vietnam merupakan favorit saya. Kala itu mereka diberikan uang $1000 dan harus dihabiskan dalam hitungan jam. Syaratnya satu, konsumsi uang berupa jasa, bukan benda dengan tujuan uang tersebut murni mengalir ke masyarakat.

Maka mulailah mereka menukarkan uang ke bank dan terkejut mendapati tumpukan mata uang Dong yang harus dibawa. Kurs tukar hari ini saja $1 = Rp 18.000, jadi bayangkan mereka harus membawa tumpukan uang senilai 18 juta dalam ransel dan harus habis dalam sehari.

Adegan selanjutnya masih terngiang di kepala. Semua kelabakan menghabiskan uang. Makanan termahal di restoran sudah terbeli, pelayanan salon mulai pijat, creambath hingga spa sudah dibayar, rental mobil mewah, mobil off road dilakukan, tapi duit tetap tersisa. Juripun akhirnya memberikan dispensasi hingga mereka tetap dinyatakan menang. Hadiahnya, mengunjungi perkampungan tradisional dan menemui korban perang Vietnam. Kisah itu ditutup dengan penggalangan dana melalui pameran foto korban cacat sisa ranjau darat dan sukses berat.

Setelahnya, saya bernazar tuk menjejaki kaki ke Vietnam dan semakin semangat saat tahu negara komunis ini pernah dijajah Perancis. Perpaduan eropa dan asia melebur jadi satu, roti baquette perancis diisi sayuran dan daging ala asia, kopi vietnam, pho, kain sutera, ok cukup semuanya buat niat makin bulat.

Gayung bersambut, tawaran tiket airasia Rp 800 ribu Jakarta - Saigon pulang pergi jadi pintu ajaib saya tuk wujudkan nazar bersama dua teman seperjalanan dari dunia maya. Modalnya bener - bener nekat, tiket dibeli jauh - jauh hari tanpa tahu apakah benar akan berangkat. Ini kali pertama saya, bersama Mario dan Toni yang saya kenal lewat milis Jalansutera berkelana bersama. Saking boneknya, kami bahkan belum book hotel tempat rehat kami nanti. Bermodal nekat, disambut waktu, perjalanan ini pun dimulai.

6:55 PM di atas langit Ho Chi Minh, jelang 15 menit mendarat


Sent from my iPod

Posted via email from vennie's posterous

Bonek paman Ho : first day

Bonek paman Ho : first day

Niat nekat berpetualang ke negeri seberang memang sering terlontar. Entah berapa kali ide itu disampaikan ke orang -orang tapi banyakan hanya omdo, ngemeng doank realisasinya nol besar. Perjalanan ke negeri Paman Ho pembuktian bahwa ini hanya soal waktu :)

Sudah sedari dulu saya ingin ke Vietnam, berbekal reality show di MTV jaman SMP dulu yang mengisahkan sekelompok remaja berkeliling dengan kapal pesiar. Episode tiba di Vietnam merupakan favorit saya. Kala itu mereka diberikan uang $1000 dan harus dihabiskan dalam hitungan jam. Syaratnya satu, konsumsi uang berupa jasa, bukan benda dengan tujuan uang tersebut murni mengalir ke masyarakat.

Maka mulailah mereka menukarkan uang ke bank dan terkejut mendapati tumpukan mata uang Dong yang harus dibawa. Kurs tukar hari ini saja $1 = Rp 18.000, jadi bayangkan mereka harus membawa tumpukan uang senilai 18 juta dalam ransel dan harus habis dalam sehari.

Adegan selanjutnya masih terngiang di kepala. Semua kelabakan menghabiskan uang. Makanan termahal di restoran sudah terbeli, pelayanan salon mulai pijat, creambath hingga spa sudah dibayar, rental mobil mewah, mobil off road dilakukan, tapi duit tetap tersisa. Juripun akhirnya memberikan dispensasi hingga mereka tetap dinyatakan menang. Hadiahnya, mengunjungi perkampungan tradisional dan menemui korban perang Vietnam. Kisah itu ditutup dengan penggalangan dana melalui pameran foto korban cacat sisa ranjau darat dan sukses berat.

Setelahnya, saya bernazar tuk menjejaki kaki ke Vietnam dan semakin semangat saat tahu negara komunis ini pernah dijajah Perancis. Perpaduan eropa dan asia melebur jadi satu, roti baquette perancis diisi sayuran dan daging ala asia, kopi vietnam, pho, kain sutera, ok cukup semuanya buat niat makin bulat.

Gayung bersambut, tawaran tiket airasia Rp 800 ribu Jakarta - Saigon pulang pergi jadi pintu ajaib saya tuk wujudkan nazar bersama dua teman seperjalanan dari dunia maya. Modalnya bener - bener nekat, tiket dibeli jauh - jauh hari tanpa tahu apakah benar akan berangkat. Ini kali pertama saya, bersama Mario dan Toni yang saya kenal lewat milis Jalansutera berkelana bersama. Saking boneknya, kami bahkan belum book hotel tempat rehat kami nanti. Bermodal nekat, disambut waktu, perjalanan ini pun dimulai.

6:55 PM di atas langit Ho Chi Minh, jelang 15 menit mendarat


Sent from my iPod

Posted via email from vennie's posterous