15 April 2007

Menanti, Menunggu,Bersabar akan datangnya Mood

Iya iya saya mengaku! Saya memang selalu bilang kalau hobi saya menulis, kalau menulis bagai nafas dalam hidup saya, kalau saya tidak bisa hidup tanpa buku, dan banyak kalimat mutiara lainnya yang saya umbarkan. Dan sekarang anda bertanya kenapa saya tidak menjadi penulis produktif seperti orang lain?

Saat Dewi Lestari sedang menulis novel ke empatnya "Partikel", saat Agnes Jessica menyodorkan naskah terbarunya ke berbagai penerbit, dan saat Eka Kurniawan sedang sibuk meluncurkan dua bukunya sekaligus, dimanakah saya berada?

Mungkin anda mengharapkan saya sedang kerja keras, menulis, membaca ulang tulisan lalu merobek dan membuangnya ke tong sampah, seperti bagaimana gambaran penulis sedang berkarya. Tapi tidak, saya tidak melakukan apa apa, hanya browsing situs situs film dan hiburan, chatting sana sini, menunggu......

Menunggu???? Kalau saya jawab menunggu mood, apakah hal itu bisa dijadikan alasan mengapa saya tidak produktif. Mungkin saya bukan penulis beruntung yang selalu dihinggapi dan dihampiri mood baik. Saya perlu menunggu, memancing, membangun dan menciptakan situasi untuk dapat menulis.

Pernah saya mencoba mengambil inisiatif untuk terus berjalan tanpa peduli dengan kedua hal diatas, dan hasilnya.............. selalu gagal total. Bukan hasil karya yang saya inginkan. Sebuah karya yang terlalu dipaksakan.

Namun entah apa yang saya tunggu.....atau mungkin saya menunggu sebuah tanda, bisa jadi seperti desiran angin sepoi yang menyapu rambut, atau jatuhnya bolpen tanpa sengaja, apa saja, asal bisa membuat saya tahu bahwa mood sudah hadir. Yang jelas masa penantian ini terus saya lakukan. Sampai sampai hidup saya jungkir balik, pagi jadi malam, malam jadi siang. Semua demi kehadiran mood.

Saya takut kalau ini hanyalah pembelaan diri, seperti seorang tersangka yang berusaha menyembunyikan perbuatan tercelanya. Saya takut kalau sesungguhnya ini hanya sifat egois, manja, malas dan tidak disiplin yang saya miliki. Saya hanya merangkai kata kata cerdas untuk membuatnya legal, membuat konspirasi untuk bertoleransi pada diri sendiri.

Harusnya saya tidak menunggu, harusnya tidak perlu ada mood kalau toh pada akhirnya saya yang menulis, otak saya yang bekerja. Saya harus mengambil kembali kendali, sama seperti saat saya mengambil kendali nafsu makan.

Tahukah anda kalau sering kali kita dikuasai nafsu makan berlebihan yang datang dari hasrat pribadi, bukan oleh kebutuhan tubuh? Mungkin orang sering mengeluhkan sulitnya mengatur pola makan ataupun berhenti merokok, padahal kendali ada dalam diri kita. Ini yang saya sebut perang terhadap diri sendiri. Sekarang tabuh genederang perang sudah saya bunyikan, saya harus kembali maju melawan apa yang dinamakan mood.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home