01 October 2010

Teater Kubur : Mana Rumahmu?

"Pintu bukanlah pintu kalau ia terus - terus dibuka, pintu bukanlah pintu kalau terus - terus ditutup"

Rambut tergerai, baju lusuh dan sapu di tangan, Nenek berang, keluarga dua anaknya, Salmon dan Salmin yang seenaknya memasukkan mahluk asing dalam rumah. "Pergi - pergi kau kutu busuk!!!" pekik Nenek menyapu mahluk - mahluk itu pergi.

Tapi bukannya sengaja mengundang mereka masuk. Salmon terus diejek istri karena nganggur setelah hutannya direbut kekuasan. Anaknya Jon si tambun dengan jaket kulit juga berubah jadi kebarat - barat dan menggodanya terus menerus. Lain lagi Salmin yang terjepit saat istri mulai bosan makan dodol dan teriak minta gula - gula. Di tengah ketidakberdayaan, jalur ekstrim radikal pun jadi jawaban, demi terpenuhinya gula - gula di rumah. Tinggal kepedihan Nenek, tertinggal di rumah yang semakin bolong, tanpa pintu dan jendela. Keberadaan rumah menjadi titik sentral pertunjukan teater Kubur bertajuk On Off atau Rumah Bolong yang digelar dalam rangka Festival Salihara, Jakarta, 25 - 26 September 2010. Bertempat di galeri Salihara yang berbentuk lingkar, panggung dibuat menyerupai arena judo dan bangku penonton mengelingi separuhnya. Namun sesungguhnya kisah yang diangkat Teater Kubur tentang gencaran globalisasi yang akhirnya memporakporandakan kehidupan bukanlah hal baru. Yang menonjol justru bagaimana selama 1,5 jam ritme pertunjukan dibuat atraktif dengan alat - alat sederhana.

Bilah bambu berubah jadi hutan belantara yang dipijak, dipanjat lalu beralih jadi panggung bagi Salmon yang kecewa akan kekuasaan. Di atas tandu pula Salmon dipapah, bergelantungan jungkir balik, tenggelam tidak berdaya.

Mengusung konsep teater rakyat, Teater Kubur, awalnya hanya menampung anak - anak putus sekolah dan pengangguran di pemakaman gang Kober, Jatinegara, Jakarta Timur. Dan di usianya ke 27, keberadaan mereka semakin matang usai memborong penghargaan di Festival Teater Jakarta tiga tahun berturut - turut. Tak heran, tiket pertunjukan mereka di hari pertama ludes terjual.

Penata musik di pertunjukan ini juga patut diacungi jempol. Suara lirih dan tabuhan alat musik meneriakan pesan ketidakberdayaan penghuni mempertahankan rumahnya.

Penataan panggung yang minim, bukan berarti tidak dinamis dan membosankan. Teater Kubur membuktikan itu.

Posted via email from vennie's posterous

0 Comments:

Post a Comment

<< Home