25 April 2007

Big is me

Jika sebagian besar manusia di bumi menjalani masa 9 bulan di rahim ibunda, saya mendapatkan ekstra satu bulan. Itupun setelah diancam dokter, jika dalam seminggu saya tidak keluar juga, maka akan diambil langkah sedot paksa. Dan hari minggu saya lahir. Badan saya terlihat besar karena gede di perut. Kulit ari - ari saya mengkerut, si bayi raksasa yang berkeriput. Untungnya setelah besar keriput itu hilang, saya jadi bayi montok yang lucu.

Di keluarga besar, selain saya ada 3 bayi lain yang juga lahir di tahun tersebut. Saya lahir belakangan tapi punya badan paling besar. Dari dulu saya selalu dibilang si bongsor. Persepsi itu begitu kentalnya tertanam sampai saya selalu merasa tubuh saya besar. Bukan gendut, saya hanya memiliki struktur tulang yang besar seperti laki - laki.

Dari tubuh yang besar tersimpan pula tenaga yang besar. Ini yang selalu saya yakini. Makanya untuk urusan angkat mengangkat, segala tentang fisik saya selalu ingin lebih. Urusan angkat belanjaan misalnya. Jika yang lain hanya menenteng 2 kantong belanjaan, satu di kanan dan satu di kiri, saya bisa mengangkat 4-5 sekaligus. Yah berat sih, tapi saya merasa punya kekuatan lebih untuk mengangkat itu. Jadinya semua orang tidak pernah segan meminta bantuan fisik pada saya dan biasanya selalu saya sanggupi.

Saat jalan - jalan di Singapura, saya menenteng sebagian besar belanjaan. Yang lain capai berjalan, tapi saya santai saja, jalan dengan langkah gontai dengan belanjaan di kanan dan kiri. Saat mengunjungi Australia, saya membawa 33 kg bagasi, itu belum termasuk hand carry berupa tas ransel, 2 lusin donat krispy kreme, tentengan di kanan kiri dan tas pinggang. Semuanya saya bawa sendiri. Hmm perempuan super.

Belakangan ini dua kali saya ditolak menjadi pengapit pengantin perempuan karena badan saya yang besar. Hahaha ini lucu, tadinya sang pengantin sendiri yang meminta saya untuk mengambil posisi itu, saya tentunya merasa terhormat, tapi tiba - tiba pihak keluarga tidak setuju karena saya akan tampak lebih mendominasi dengan tubuh yang besar. “Ntar pengantin perempuannya kebanting” itu kata mereka. Ah sudah biasa jawab saya.

Saya sadar sepenuhnya dengan tubuh saya yang besar. Kalau ada barisan, saya otomatis berdiri di belakang. Tahu dirilah, mungkin saya tidak akan berdiri di paling belakang karena saya tidak terlalu tinggi, tapi setidaknya saya pasti mendekati urutan belakang. Waktu di Aceh saya sering berpergian dengan pesawat kecil dimana berat badan jadi patokan. Yang ringan duduk di belakang, semakin berat semakin di depan. Saya otomatis langsung duduk di tengah. Saya pasti lebih berat dari perempuan biasanya, tapi tetap tidak menandingi laki - laki. Dan saya benar kok, duduk di tengah posisi yang tepat buat saya.

Akhir - akhir ini seorang teman meyakinkan saya kalau saya tidak besar, tubuh saya proporsional dan biasa. Haha saya hanya bisa tertawa dengan pendapatnya. Sepertinya sulit mengubah persepsi tubuh besar dari pikiran saya. Saya tidak percaya, buat saya dia hanya menghibur. Tapi dia malah menantang bisa mengangkat tubuh saya. Aduh apalagi itu, kamu kecil mana mungkin bisa, saya begitu besarnya. Lucu ya bagaimana persepsi saya berperan.

Saya selalu merasa besar saat bersanding dengan laki - laki (kecuali jika laki - laki tersebut jelas - jelas lebih besar dari saya) Saya merasa aneh, malah ekstrimnya saya merasa seperti raksasa, begitu besarnya. Meski bukti otentik memperlihatkan dia lebih tinggi dari saya, lebih besar dari saya, tetap saja pikiran “big is me” menghantui.

Persepsi, ini memang permainan pikiran.
1:32 pm

0 Comments:

Post a Comment

<< Home