25 April 2007

Menunggu: pilihan atau adaptasi?

Menunggu buat saya kegiatan yang paling membosankan dan tidak efektif. Menunggu apalagi sendiri tanpa melakukan apa pun sama saja dengan membunuh waktu. Kalau ada pilihan, saya memilih untuk tidak menunggu. Itu sebabnya saya lebih dikenal dengan miss late. Bukan penggemar kopi latte, tapi tukang telat. Yah, saya tidak suka menunggu, lebih baik orang yang menunggu saya hehehe egois memang.


Saat terjebak dengan situasi menunggu, akhirnya saya pun jadi lebih cerdik. Dengan alasan tak mau menyia-siakan waktu, sebuah tas besar selalu mendampingi saya. Isinya jauh dari kosmetik, dan tissue (Jangan pernah minta tissue sama saya yah, karena pasti ga ada =P). Tapi air minum, agenda beserta bolpen tali, buku bacaan, Ipod, PDA dengan mainan virtual, kamus, diary dll. Hihi itu perangkat saya.

Saya suka bingung dengan orang yang bisa tahan dan nyaman dengan menunggu. Lebih aneh lagi saat tak ada kegiatan yang dilakukan kala menunggu. Hanya diam dan yah….menunggu. Apalagi kalau yang bersangkutan mulai menikmati masa menunggu, diam, sunyi, sendirian.

Kok bisa ya? Apa ini berhubungan dengan kebiasaan dan adaptasi aja. Terlalu sering menunggu kemudian membentuk pola adaptasi, sebuah defense mechanism. Menunggu tidak lagi menjadi pilihan, tapi sebuah kebiasaan yang akhirnya menjadi kenikmatan sendiri.

Tapi harus diakui, menunggu memang ada manfaatnya, terutama untuk urusan kesabaran. Menunggu dan kesabaran seperti kembar siam. Saya, karena tidak pernah melatih kemampuan menunggu, jadinya lebih tidak sabar. Saya cenderung agresif karena diam merupakan tindakan yang fana untuk saya.

Apa yang ditunggu juga penting. Kalau itu berarti, pasti saya setia menunggu. Meski menderita, menunggu jadi harga yang pantas untuk dibayar, demi sesuatu yang akan datang.

Pada akhirnya menunggu telah menjadi kegiatan yang tak terelakan dalam hidup. Kehidupan manusia diawali dengan proses menunggu 9 bulan 10 hari, atau bahkan 10 bulan dalam perut seperti saya. Untuk masuk sekolah saja saya harus menunggu 4-5 tahun. Pacaran, tunangan, menikah, berkeluarga, pensiun, hingga mati, semuanya diisi dengan kegiatan menunggu.

Saya tidak tahu menunggu itu pilihan atau adaptasi, yang jelas sepertinya saya harus menunggu. Tidak tahu juga sampai kapan harus menunggu, semuanya harus saya serahkan pada Tuhan yang menggerakkan waktu.

11:48 am


0 Comments:

Post a Comment

<< Home